Kamis, 26 Mei 2011

Wedding Photography (1) : Candid



Foto pernikahan adalah suatu bidang yang tidak akan pernah ada habis-habisnya, karena adalah suatu peristiwa penting dalam hidup sepasang insan manusia. Foto pernikahan orang tua kitapun sampai sekarang masih bisa kita nikmati dan re-produksi. Untuk masalah re-produksi foto sendiri akan saya coba ulas nanti sehubungan dengan fenomena digital yang membuat seakan-akan foto itu simple alias mudah.

Pada bagian tulisan kali ini, akan coba dibahas tentang foto pernikahan yang lebih mengkhususkan ke Snapshot atau Candid. Kalau diruntun dari awalnya, foto pernikahan itu bisa dikatakan "hanya" atau "sekedar" foto dokumentasi, dan memang pada hakekatnya foto pernikahan adalah sebuah foto dokumentasi. Tetapi sejalan dengan waktu, foto pernikahan bisa dijabarkan lagi dari yang disebut dokumentasi menjadi Documentation, Posing Pose dan Candid (akan dijabarkan masing-masing secara mandiri).

Candid atau Snapshot sendiri berakar dari Photo Journalism karena memang pada dasarnya seorang fotografer yang mengaku membuat karya foto Candid paling tidak harus mempunyai pengalaman atau tahu salah satu style di photography yang namanya Photo Journalism / Journalistic. Hal ini dirasa perlu karena seorang photographer journalism diharapkan mempunyai sense atau naluri yang khas terhadap suatu situasi yang dihadapinya, serta harus cepat melakukan eksekusi karena kalau tidak akan kehilangan moment. Konsentrasinya pun merupakan hal tersendiri, karena si fotografer harus peka terhadap tiap detik kejadian yang dihadapinya ...... prinsipnya kejadian tidak bisa diulang dan 1 gambar / foto akan sangat-sangat bernilai karena konsentrasi dan naluri dari sang fotografer.


Sang fotografer sendiri harus mempersiapkan diri sepraktis mungkin dan seefisien mungkin, karena dia harus leluasa bergerak. Terutama dalam suatu pernikahan di mana banyak pihak yang terlibat, maka seorang wedding photographer dengan kekhususan di Candid harus mempunyai keleluasaan bergerak dengan stamina yang memadai serta sense atau naluri yang tajam.


Pada jaman era Film Seluloid alias era non digital, fotografer sendiri harus melakukan perhitungan tersendiri dalam hal "peluru" alias film negative atau positive. Karena 1 roll film isinya 36 frame yang artinya sang fotografer harus siap dengan kejadian berikut setelah kejadian sekarang yang dihubungkan dengan ketersediaan frame dalam kameranya, jangan sampai di moment penting dan ada kejadian penting pas filmnya habis ..... paling tidak ada kamera cadangan yang harus siap.


Dan akhirnya ..... jam terbang berbicara, karena sebenarnya tidak ada yang instan, semua harus melalui jam terbang untuk mendapatkan yang namanya pengalaman. Di era digital, seakan-akan beberapa point dibuat mudah, padahal bukan demikian. Masalah di paragraf di atas memang bisa dikatakan tidak akan pernah terjadi karena memori card sekarang kapasitasnya sudah semakin besar, tetapi ada bahaya "laten"nya juga yaitu memory card jam alias foto-foto tidak tersimpan .... dan ini merupakan masalah sangat-sangat besar, terutama karena menangkap moment-moment secara Candid tidak bisa diulang ke"khasan"nya.


Candid di Wedding Photography jangan digampangkan, dalam arti seorang fotografer harus paham benar makna serta hasil yang diharapkan serta siap juga membuat planning B jika apa yang dia pikirkan terhadap suatu kejadian tidak terjadi atau kurang dramatis.


Kalau ditanya, enaknya pakai ASA/ISO brapa, speed berapa dan masalah lighting bagaimana? Pakem baku dalam journalistic adalah moment, sehingga ASA/ISO relatif tinggi diperlukan untuk mendapatkan speed yang mumpuni yang disesuaikan dengan kondisi lighting yang ada. Kecuali si fotografer mau mengkombinasikan dengan tehnik slow speed misalnya.


Selamat mencoba dan terus menggali potensi diri dan tujuan dalam berkarya di foto ...... motret memotret tp dengan kemampuan yang mumpuni tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar